Trump Kembali, Membawa Kekacauan dan Melampiaskan Dendam
David Smith, Washington – The Guardian, 21 Januari 2025
Ketika sejarah dunia ditulis, mungkin akan ada satu bab khusus tentang peristiwa yang terjadi di sebuah arena olahraga di pusat kota Washington pada tanggal 20 Januari 2025.
Di sinilah, dengan senyum sinis dan goresan pena penuh kepuasan, Donald Trump kembali menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris. Keputusan ini disambut sorak-sorai 20.000 pendukung yang tampak tidak peduli dengan nasib planet biru tempat mereka hidup.
“Kita akan menghemat lebih dari satu triliun dolar dengan keluar dari perjanjian itu,” ujar seorang pembantu Trump, seolah membiarkan dunia terbakar adalah harga kecil yang pantas dibayar.
Saat itulah realitas benar-benar terasa: Trump kembali. Sosok yang dalam empat tahun pertamanya meninggalkan jejak kekacauan dan perpecahan, kini hadir dengan lebih agresif. Amerika memilihnya kembali. Konsekuensinya sudah jelas.
Pada Senin, gelombang pertama keputusan eksekutif dalam map hitam menjadi bukti bahwa Trump masih menggemari tontonan spektakuler. Upacara pelantikan yang biasanya dilakukan di luar ruangan dipindahkan ke dalam arena karena suhu dingin ekstrem. Bagi Trump, ini justru kesempatan untuk mengemasnya seperti acara televisi realitas.
Teks Inagurasi Presiden Ke-60 terpampang dalam warna merah dan emas di layar besar. Karpet merah membentang di lantai, panggung megah dengan lambang presiden berdiri kokoh.
Elon Musk, sekutu Trump sekaligus orang terkaya di dunia, tampil memberikan sambutan. Ia mengakhiri pidatonya dengan menepuk dada dan mengangkat tangan kanan secara diagonal—sebuah gestur yang oleh sebagian orang dianggap menyerupai tanda hormat fasis. Musk, yang tumbuh di bawah rezim apartheid di Afrika Selatan, berbicara di hadapan hadirin yang mayoritas berkulit putih.
Trump dan istrinya, Melania, muncul dengan pakaian formal khas, diiringi lagu Hail to the Chief. Suasana semakin meriah ketika massa meneriakkan “Fight! Fight! Fight!” dan Trump membalasnya dengan kepalan tinju, mengingatkan pada insiden percobaan pembunuhan yang ia alami di Butler, Pennsylvania, pada musim panas lalu.
Sebagai bentuk penghormatan, para petugas darurat yang terlibat dalam insiden Butler memimpin parade. Sebuah momen hening dipersembahkan bagi Corey Comperatore, pendukung Trump yang tewas dalam kejadian tersebut. Barisan parade dilanjutkan oleh Akademi Militer New York—alma mater Trump—dan perwakilan polisi serta sekelompok anggota pemadam kebakaran dari Palm Beach, Florida.
Di tengah acara, utusan khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, memperkenalkan keluarga para sandera yang ditahan Hamas di Gaza. Mengenakan syal kuning, mereka berjabat tangan dengan Trump satu per satu di atas panggung, diiringi tepuk tangan hadirin. Beberapa di antara mereka membawa foto orang-orang tercinta yang hilang, sementara massa meneriakkan, “Bawa mereka pulang! Bawa mereka pulang!”
Momen ini menunjukkan bahwa Trump tidak segan mengeksploitasi kesedihan publik demi keuntungan politik. “Kita harus membawa mereka pulang,” katanya, sebelum tiba-tiba beralih ke topik lain, “Dan malam ini, saya akan menandatangani keputusan pengampunan bagi sandera J6.” Dengan santainya, ia menyamakan para sandera di Gaza dengan para perusuh pro-Trump dalam insiden 6 Januari 2021.
Usai menyampaikan pidato pelantikannya yang relatif terkendali, Trump kembali ke gaya khasnya: berbicara melantur tanpa arah. Ia membanggakan kemenangan pemilu, mengulang klaim tidak berdasar tentang kecurangan pemilu sebelumnya, serta menyebut lawan politiknya dengan julukan sarkastik.
Trump lalu memperkenalkan anggota keluarganya yang sekali lagi bakal menjadi sorotan selama empat tahun ke depan. Mulai dari menantu perempuannya, Lara Trump, yang kini menjadi ketua Komite Nasional Partai Republik, hingga putra sulungnya, Don Jr., serta Ivanka dan suaminya, Jared Kushner. Putranya yang berusia 18 tahun, Barron, mendapat sorakan terbesar malam itu saat ia berdiri, melambaikan tangan, dan mengepalkan tinju seperti sang ayah.
Sementara itu, keluarga para sandera masih berdiri di atas panggung, menunggu dengan sabar saat Trump berbicara panjang lebar tentang berbagai isu: imigrasi ilegal, harga apel, jaksa khusus Jack Smith yang disebutnya “tidak waras”, pajak tip, hingga empat kata terindah menurutnya: Tuhan, agama, cinta, dan tarif.
Ia pun kembali ke topik energi. “Kami tidak akan melakukan proyek tenaga angin itu,” ujarnya. “Jika kalian menyukai paus, kalian pasti tidak menyukai turbin angin. Itu adalah energi paling mahal, dan semuanya dibuat di China. Mereka membunuh burung-burung dan merusak pemandangan.”
Trump lalu berbicara tentang unjuk rasa di Portland dan Minneapolis yang berujung kerusuhan pada 2020, tampaknya merujuk pada demonstrasi Black Lives Matter. “Tidak, kami tidak akan membiarkan omong kosong seperti itu lagi,” katanya.
Di puncak acara, Trump duduk di meja kecil dan mulai menandatangani keputusan eksekutif satu per satu, memperlihatkan tanda tangannya yang khas kepada semua penonton—seolah ini adalah babak final dari acara Maga’s Got Talent. “Bisakah kalian bayangkan Biden melakukan hal seperti ini?” katanya sambil mengangkat salah satu map hitam. “Saya rasa tidak.”
Trump menandatangani pembatalan 78 kebijakan era Biden serta keputusan mengenai biaya hidup, sensor, dan “politisasi pemerintah terhadap lawan-lawannya”. Seperti yang telah diumumkan sebelumnya, ia menarik Amerika dari Perjanjian Iklim Paris.
Dengan keputusan ini, Amerika Serikat kini bergabung dengan Iran, Libya, dan Yaman sebagai empat negara yang tidak tergabung dalam perjanjian tersebut. Sebuah kemenangan bagi Trump dan para pendukungnya, meski dampaknya terhadap dunia belum bisa diukur.
Setelah selesai menandatangani dokumen, ia melemparkan pena ke arah penonton, yang berebut menangkapnya layaknya bola dalam pertandingan bisbol. Vance tertawa, menepuk punggung si bosnya, sementara massa kembali meneriakkan, “USA! USA! USA!”
Delapan tahun lalu, Trump puas dengan kekacauan yang ia tinggalkan di Amerika. Kini, dengan gerakan MAGA di belakangnya, ia tampak siap membakar dunia.
This post is based on https://www.theguardian.com/us-news/2025/jan/21/donald-trump-inauguration-paris-agreement-climate-executive-orders. Featured image credit: Pengunjuk rasa yang mendukung Presiden AS Donald Trump masuk ke Gedung DPR AS pada tanggal 6 Januari 2021 di Washington, DC. DPR AS mengadakan sidang gabungan hari ini untuk meratifikasi kemenangan Presiden terpilih Joe Biden dengan perolehan suara Electoral College 306-232 atas Presiden Donald Trump. Para pengunjuk rasa pro-Trump memasuki gedung DPR AS selama demonstrasi di ibu kota negara tersebut. Win McNamee/Getty Images https://edition.cnn.com/2021/01/09/politics/donald-trump-dangerous-capitol-riot/index.html.







Leave a Reply